Bagi umat Katolik, tentu sudah tidak asing lagi saat
mendengar kata “Jalan Salib”. Ibadat Jalan Salib dilakukan guna mengenang
perjalanan Yesus mulai dari Yesus dijatuhi hukuman mati hingga Yesus
dimakamkan. Ibadat Jalan Salib dimulai pada masa prapaskah, pada hari jumat
setelah rabu abu. Jalan salib dilakukan pada hari Jumat, sebab pada hari Jumat
Yesus wafat disalib. Sebelum prosesi Jumat Agung dilakukan, pada pagi harinya
terlebih dahulu diadakan ibadat jalan salib untuk mengenangkan Yesus yang
nantinya akan wafat dikayu salib. Bahkan dibanyak gereja-gereja, diadakan drama
penyaliban Yesus.
Ibadat jalan salib pada hari raya Jumat Agung juga
dilakukan di Skolastikat SCJ Yogyakarta (4/3). Namun ibadat jalan salib yang
dilakukan oleh para frater berbeda dari yang biasanya dilakukan. Jalan salib
kali ini mengangkat sebuah tema “Hidup Studi”. Sebab, tugas perutusan utama
bagi para frater dan bruder yang berada di Skolastikat adalah studi. Para frater
juga memerankan tokoh-tokoh yang terdapat saat proses penyaliban Yesus. Para
tokoh yang berusaha diperankan, misalnya Yesus, para rasul, prajurit Romawi,
wanita Yerusallem, Simon dari Kirene, dsb. Rute dalam jalan salib ini
mengelilingi lingkungan Skolastikat SCJ dengan sepeda yang dituntun.
Dalam jalan salib ini terdapat 11 perhentian. Dimulai
dengan perhentian pertama memaknai sepeda sebagai sebuah kendaraan yang
digunakan untuk pergi ke kampus dan berpastoral. Dalam permenungan mencoba
menggali nilai kesetiaan dan berani melawan arus dunia saat ini. Dalam
perhentian kedua, merenungkan kaul ketaatan dalam tugas perutusan studi di
Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan dan wujudnya adalah dengan memaksimalkan
studi. Perhentian ketiga, merenungkan kegagalan yang terjadi saat studi dengan
diajak untuk tetap bersemangat dikala mengalami kegagalan. Para frater diajak
untuk berani bangkit walaupun jatuh dan berserah diri pada Yesus.
Dalam perhentian keempat para frater diajak untuk
merenungkan mengenai sarana belajar salah satunya komputer. Komputer juga
menjadi ajang perjumpaan baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain; dalam
berpikir dan merenung untuk menyelesaikan tugas-tugas dan keperluan dalam
belajar maupun saat berelasi maupun berkomunikasi dengan orang lain. Memasuki
perhentian ke lima, para frater diajak untuk melihat peranan para dosen dalam
menunjang studi. “Saya hanya beruntung
dilahirkan lebih dahulu dari kalian” ungkap seorang dosen di depan
mahasiswanya. Dari ungkapan dosen tersebut, mencerminkan kerendahan hati dan
kesiapsediaan untuk menjadi teman seperjalan dalam studi. Peran dosen sangatlah
penting dalam hal membantu dan mengarahkan dalam hal studi sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki.
Ketika sampai disamping kapel Skolastikat dalam
perhentian ke enam terdapat buku-buku dan berbagai refrensi dalam perkuliahan. Para
frater mencoba merenungkan peranan buku dalam membantu dan memberikan bahan
pelajaran yang dibutuhkan. Tak jarang mahasiswa merasa kesulitan dalam memahami
isi buku, apalagi buku dalam bahasa asing. Namun, tidak hanya berhenti pada
rasa putus asa melainkan terus membaca dan mencoba memahami isinya dengan
membuka mata dan hati. Dengan adanya buku juga dapat semakin menambah wawasan
dan pengetahuan.
Manusia memiliki kecen-derungan untuk jatuh dan berbuat
kesalahan. Dalam perhentian ketujuh para frater diajak untuk merefleksikan
studi yang saat ini sedang dijalani. Sebagai seorang mahasiswa tugas utamanya
adalah belajar. Kapan waktunya belajar? Jawabanya setiap hari, bahkan sudah ada
waktu khusus untuk studi. Namun tidak semuanya memiliki habitus belajar dengan
baik dan adanya kecendrungan SKS (Sistem Kebut Semalam). Tentu kebiasaan ini
tidak baik dan memiliki dampak yang buruk. Ada banyak hal yang menyebabkan kita
kerap menyia-nyiakan waktu. Salah satunya sikap menunda-nunda dengan alasan
waktu pengumpulannya masih lama. Ketika mendekati harinya, barulah binggung dan
cemas. Sebagai bahan refleksi, diperlukan ketegasan dari dalam diri dan
menejemen waktu yang baik supaya hasilnya maksimal.
Dalam belajar, peranan teman-teman seangkatan atau
kakak kelas sangatlah penting. Sebagai teman seperjalan mempunyai kewajiban
untuk berbagi ilmu yang dimiliki. Sebagai pribadi juga menyadari keterbatasanya
dengan bertanya. Ada kalanya proses dalam menuntu ilmu memiliki banyak tekanan
dan masalah. Hal yang perlu diingat bahwa masih ada orang-orang yang siap
membantu, begitulah permenungan diperhentian yang kedelapan.
Rasa bosan, jenuh, ngantuk dan berbagai perasaan yang
muncul saat belajar tentu saja pernah dialami. Dalam perhentian yang ke
sembilan, Yesus jatuh untuk ketiga kalinya. Jatuh memang hal yang memalukan,
apalagi saat dilihat oleh banyak orang. Namun itulah kenyataan yang harus
dihadapi. Inilah situasi yang Harus dihadapi oleh Yesus, sebenarnya semua dosa
dan kesalahan berawal dari hal yang sepele dan kecil. Namun karena tak
seorangpun yang mau memperbaiki kedosaan mereka inilah yang terjadi. Jatuh
sampai tiga kali bukanlah hal yang ringan. Luka-luka yang ia miliki semakin
parah. Inilah realitas yang harus dihadapi, namun semua ini dilakukan demi
pengorbanan dan akan berujung indah pada waktunya.
Saat tiba di depan garasi mobil terdapat bola voli,
basket dan berbagai peralatan olahraga. Diperhentian kesepuluh ini, pakaian
Yesus ditanggalkan. Lalu apa hubungannya menanggalkan pakaian Yesus dengan
olahraga. Terkadang saat berolahraga kita juga menanggalkan kelemahan dan
kekurangan teman kita dalam berolahraga, misalnya dalam ejekan dan hinaan. Sebagi konfrater, rasanya kurang memahami isi
hati teman yang ditelanjangi, bahkan terluka hatinya. Begitu juga Yesus saat
pakaiannya dilepaskan oleh para serdadu. Luka-luka bekas siksaan tampak begitu
jelas, namun Yesus tidak mengeluh dan melawan. Yesus menerima semuanya dengan
ikhlas dan rendah hati, itulah teladan yang mengagumkan.
Setelah menyelesaikan jalan salibNya, Yesus terkapar
lemah tak berdaya. Yesus diseret dan ditempatkan dengan paksa diatas palang
salibNya. Demi kesetiaanNya dan demi cintaNya kepada manusia, Yesus melakukan
semuanya. Tubuhnya yang lemah dan tak berdaya, kini dipaksa untuk menjerit
kesakitan karena paku yang menembus tangan dan kakiNya. Diperhentian ke sebelas
ini, mencoba melihat tugas kuliah seperti paper, skripsi dan tesis yang
seringkali dicap sebagai beban. Dibutuhkan perjuangan untuk dapat
menyelesaikannya dan kerja keras. Perhentian kesebelas mengakhiri rangkaian jalan salib di hari Jumat Agung, sebab baru jam tiga
sore Yesus wafat dikayu salib. Setelah jalan salib para frater melanjutkan
permenungan hari Jumat Agung.
dilaporkan oleh Fr. Maxi Leo SCJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar