Jumat, 10 April 2015

Jalan Salib Versi Skolastikat SCJ

 Bagi umat Katolik, tentu sudah tidak asing lagi saat mendengar kata “Jalan Salib”. Ibadat Jalan Salib dilakukan guna mengenang perjalanan Yesus mulai dari Yesus dijatuhi hukuman mati hingga Yesus dimakamkan. Ibadat Jalan Salib dimulai pada masa prapaskah, pada hari jumat setelah rabu abu. Jalan salib dilakukan pada hari Jumat, sebab pada hari Jumat Yesus wafat disalib. Sebelum prosesi Jumat Agung dilakukan, pada pagi harinya terlebih dahulu diadakan ibadat jalan salib untuk mengenangkan Yesus yang nantinya akan wafat dikayu salib. Bahkan dibanyak gereja-gereja, diadakan drama penyaliban Yesus.

Ibadat jalan salib pada hari raya Jumat Agung juga dilakukan di Skolastikat SCJ Yogyakarta (4/3). Namun ibadat jalan salib yang dilakukan oleh para frater berbeda dari yang biasanya dilakukan. Jalan salib kali ini mengangkat sebuah tema “Hidup Studi”. Sebab, tugas perutusan utama bagi para frater dan bruder yang berada di Skolastikat adalah studi. Para frater juga memerankan tokoh-tokoh yang terdapat saat proses penyaliban Yesus. Para tokoh yang berusaha diperankan, misalnya Yesus, para rasul, prajurit Romawi, wanita Yerusallem, Simon dari Kirene, dsb. Rute dalam jalan salib ini mengelilingi lingkungan Skolastikat SCJ dengan sepeda yang dituntun.


 Dalam jalan salib ini terdapat 11 perhentian. Dimulai dengan perhentian pertama memaknai sepeda sebagai sebuah kendaraan yang digunakan untuk pergi ke kampus dan berpastoral. Dalam permenungan mencoba menggali nilai kesetiaan dan berani melawan arus dunia saat ini. Dalam perhentian kedua, merenungkan kaul ketaatan dalam tugas perutusan studi di Fakultas Teologi Wedabhakti Kentungan dan wujudnya adalah dengan memaksimalkan studi. Perhentian ketiga, merenungkan kegagalan yang terjadi saat studi dengan diajak untuk tetap bersemangat dikala mengalami kegagalan. Para frater diajak untuk berani bangkit walaupun jatuh dan berserah diri pada Yesus. 

Dalam perhentian keempat para frater diajak untuk merenungkan mengenai sarana belajar salah satunya komputer. Komputer juga menjadi ajang perjumpaan baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain; dalam berpikir dan merenung untuk menyelesaikan tugas-tugas dan keperluan dalam belajar maupun saat berelasi maupun berkomunikasi dengan orang lain. Memasuki perhentian ke lima, para frater diajak untuk melihat peranan para dosen dalam menunjang studi. “Saya hanya beruntung dilahirkan lebih dahulu dari kalian” ungkap seorang dosen di depan mahasiswanya. Dari ungkapan dosen tersebut, mencerminkan kerendahan hati dan kesiapsediaan untuk menjadi teman seperjalan dalam studi. Peran dosen sangatlah penting dalam hal membantu dan mengarahkan dalam hal studi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
 
Ketika sampai disamping kapel Skolastikat dalam perhentian ke enam terdapat buku-buku dan berbagai refrensi dalam perkuliahan. Para frater mencoba merenungkan peranan buku dalam membantu dan memberikan bahan pelajaran yang dibutuhkan. Tak jarang mahasiswa merasa kesulitan dalam memahami isi buku, apalagi buku dalam bahasa asing. Namun, tidak hanya berhenti pada rasa putus asa melainkan terus membaca dan mencoba memahami isinya dengan membuka mata dan hati. Dengan adanya buku juga dapat semakin menambah wawasan dan pengetahuan. 



Manusia memiliki kecen-derungan untuk jatuh dan berbuat kesalahan. Dalam perhentian ketujuh para frater diajak untuk merefleksikan studi yang saat ini sedang dijalani. Sebagai seorang mahasiswa tugas utamanya adalah belajar. Kapan waktunya belajar? Jawabanya setiap hari, bahkan sudah ada waktu khusus untuk studi. Namun tidak semuanya memiliki habitus belajar dengan baik dan adanya kecendrungan SKS (Sistem Kebut Semalam). Tentu kebiasaan ini tidak baik dan memiliki dampak yang buruk. Ada banyak hal yang menyebabkan kita kerap menyia-nyiakan waktu. Salah satunya sikap menunda-nunda dengan alasan waktu pengumpulannya masih lama. Ketika mendekati harinya, barulah binggung dan cemas. Sebagai bahan refleksi, diperlukan ketegasan dari dalam diri dan menejemen waktu yang baik supaya hasilnya maksimal. 

Dalam belajar, peranan teman-teman seangkatan atau kakak kelas sangatlah penting. Sebagai teman seperjalan mempunyai kewajiban untuk berbagi ilmu yang dimiliki. Sebagai pribadi juga menyadari keterbatasanya dengan bertanya. Ada kalanya proses dalam menuntu ilmu memiliki banyak tekanan dan masalah. Hal yang perlu diingat bahwa masih ada orang-orang yang siap membantu, begitulah permenungan diperhentian yang kedelapan. 

Rasa bosan, jenuh, ngantuk dan berbagai perasaan yang muncul saat belajar tentu saja pernah dialami. Dalam perhentian yang ke sembilan, Yesus jatuh untuk ketiga kalinya. Jatuh memang hal yang memalukan, apalagi saat dilihat oleh banyak orang. Namun itulah kenyataan yang harus dihadapi. Inilah situasi yang Harus dihadapi oleh Yesus, sebenarnya semua dosa dan kesalahan berawal dari hal yang sepele dan kecil. Namun karena tak seorangpun yang mau memperbaiki kedosaan mereka inilah yang terjadi. Jatuh sampai tiga kali bukanlah hal yang ringan. Luka-luka yang ia miliki semakin parah. Inilah realitas yang harus dihadapi, namun semua ini dilakukan demi pengorbanan dan akan berujung indah pada waktunya.



Saat tiba di depan garasi mobil terdapat bola voli, basket dan berbagai peralatan olahraga. Diperhentian kesepuluh ini, pakaian Yesus ditanggalkan. Lalu apa hubungannya menanggalkan pakaian Yesus dengan olahraga. Terkadang saat berolahraga kita juga menanggalkan kelemahan dan kekurangan teman kita dalam berolahraga, misalnya dalam ejekan dan hinaan.  Sebagi konfrater, rasanya kurang memahami isi hati teman yang ditelanjangi, bahkan terluka hatinya. Begitu juga Yesus saat pakaiannya dilepaskan oleh para serdadu. Luka-luka bekas siksaan tampak begitu jelas, namun Yesus tidak mengeluh dan melawan. Yesus menerima semuanya dengan ikhlas dan rendah hati, itulah teladan yang mengagumkan. 

Setelah menyelesaikan jalan salibNya, Yesus terkapar lemah tak berdaya. Yesus diseret dan ditempatkan dengan paksa diatas palang salibNya. Demi kesetiaanNya dan demi cintaNya kepada manusia, Yesus melakukan semuanya. Tubuhnya yang lemah dan tak berdaya, kini dipaksa untuk menjerit kesakitan karena paku yang menembus tangan dan kakiNya. Diperhentian ke sebelas ini, mencoba melihat tugas kuliah seperti paper, skripsi dan tesis yang seringkali dicap sebagai beban. Dibutuhkan perjuangan untuk dapat menyelesaikannya dan kerja keras. Perhentian kesebelas mengakhiri rangkaian jalan salib di hari Jumat Agung, sebab baru jam tiga sore Yesus wafat dikayu salib. Setelah jalan salib para frater melanjutkan permenungan hari Jumat Agung.


 

dilaporkan oleh Fr. Maxi Leo SCJ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar